Selasa, 01 Mei 2012

tajdid dan purifikasi

Tugas pribadi kmd ii
“tajdid/ purifikasi”

 

Oleh :
Nama : Sari Asriani
NIM : 11.06.002.012.028


DOSEN PEMBIMBING :
Ahmad Lahmi, S.Pd.I


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT
(UMSB)
 Tahun Ajaran 2012 M/1433 H

KATA PENGANTAR

            Bismillahirrahmanirrahim.
            Puji dan syukur dengan tulus dipanjatkan ke hadirat Alloh Swt. Karena berkat taufik dan hidayah-Nya.Selawat serta salam semoga senantiasa tercurah untuk junjungan kita Nabi besar Muhammad Saw. Beserta keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman, dengan diiringi upaya meneladani akhlaknya yang mulia.
Alhamdulillah sekali kami dapat menyelesaikan makalah tentang Tajdidi dan Purifikasi ini dengan lancar, penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dengan mata kuliah KMD II oleh Ahmad Lahmi S.Pd.I. Makalah ini ditulis dari hasil yang diperoleh dari buku dan media masa yang berhubungan dengan judul makalah ini. Dan tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk belajar menulis dalam bentuk Karya Ilmiyah ini, tidak lupa pula kepada rekan-rekan yang telah memberi dukungan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami sangat menyadari bahwa makalah kami masih terdapat kekurangan, maka kami harapkan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya. Dan mudah-mudahan upaya ini senantiasa mendapat bimbingan dan ridha Alloh Swt. Amin Yaa Rabbal Alamin.









BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Satu ciri yang cukup menonjol dalam gerakan Muhammadiyah adalah gerakan purifikasi (pemurnian) dan modernisasi ( pembaharuan) atau dalam bahasa arab “tajdid” keduanya memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Oleh karena itu perlu pembahasan lebih lanjut mengenai makna dari tajdid dan purifikasi itu sendiri.
B.     Rumusan Masalah
Dengan berbekal keingin tahuan kita tentang “Apakah yang dimaksud dengan tajdid dan purifkasi itu?”, maka dari itu kami akan mencoba menyajikan karya tulis ini dan semoga dapat sama-sama kita pahami dengan baik.
C.     Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :
1.      Untuk memenuhi tugas kuliah KMD II.
2.      Dan untuk menambah pengetahuan kita semua tentang Tajdid dan Purifikasi.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN TAJDID DAN PURIFIKASI
Tajdid secara bahasa ( lughawi ) berarti pembaharuan, yakni proses memperbaharui sesuatu yang dipandang sudah usang atau rusak.  Adapun secara istilah, sebagaimana ditegaskan oleh Imam al-Syatibi, seperti dikutip oleh Syaikh Alawi, tajdid berarti menghidupkan ajaran Quran dan Sunnah yang telah banyak ditinggalkan umatnya, dan memurnikan pemahaman dan pengamalan agama Islam dari hal-hal yang tidak berasal dari Islam. ( Alawy bin Abdul Qadir As Saqaf, 2001: 22 ). Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamar tarjih ke XXII, 1989 di Malang merumus makna tajdid sebagai berikut :                                                                        Dari segi bahasa, tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah, tajdid memiliki dua arti, yakni : (1). Pemurnian, (2). Peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya. Pemurnian sebagai arti tajdid yang pertama, dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam yang berdasarkan dan bersumber kepada Al-Quran dan Sunnah Shahihah (Maqbulah). Sedangkan arti peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya, tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran,  pengamalan, dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunnah Shahihah. Untuk melaksanakan tajdid dengan pengertian di atas, diperlukan aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta akal budi yang bersih, yang dijiwai oleh ajaran Islam. Dalam hal ini Muhammadiyah berpendirian, tajdid adalah merupakan salah satu watak dari ajaran Islam. Pengertian atau batasan makna tajdid ala Muhammadiyah tersebut sesuai dengan pesan yang terkandung dalam hadits Rasulullah yang berbunyi :
Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah mengutus bagi umat ini (Islam) pada setiap menghujung seratus tahun seseorang yang akan memperbaharui (mengadakan pembaharuan) bagi agamanya” (Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud). (Muhammad Syamsul Haq al-Azhim, 1979:380).

Salah satu ciri yang cukup menonjol dalam gerakan Muhammadiyah adalah gerakan purifikasi (pemurnian) dan modernisasi ( pembaharuan) atau dalam bahasa arab “tajdid” keduanya memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Pada mulanya, Muhammadiyah dikenal dengan gerakan purifikasi, yaitu kembali kepada semangat dan ajaran Islam yang murni dan membebaskan umat Islam dari Tahayul, Bid'ah dan Khurafat. Dalam Muhammadiyah, purifikasi adalah gerakan pembaharuan untuk memurnikan agama dari syirk yang pada dasarnya merupakan rasionalisasi yang berhubungan dengan ide mengenai transformasi sosial dari masyarakat agraris ke masyarakat industrial, atau masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Usaha pemurnian agama untuk membersihkan Islam dari praktek-praktek syirk, takhayul, bid'ah dan khurafat, merupakan bukti yang menjelaskan itu. Muhammadiyah berusaha mendongkel budaya Islam sinkritik dan Islam tradisional sekaligus, dengan menawarkan sikap keagamaan. Gerakan "pemurnian" (purifikasi) berarti rasionalisasi yang menghapus sumber-sumber budaya lama untuk digantikan budaya baru, atau menggantikan tradisi lama dengan etos yang baru. Perlu digaris bawahi terlebih dahulu di sini bahwa program purifikasi  adalah ciri yang cukup menonjol dari Persyarikatan Muhammadiyah generasi awal, dan hingga sampai saat sekarang ini.

B.     SYARAT-SYARAT SESEORANG DIKATAKAN MUJADDID
Tajdid adalah amal Islami yang disyariatkan dalam koridor pengertiannya yang benar, namun tidak semua yang mengaku melakukan tajdid dikatakan mujaddid, karena harus memiliki syarat-syarat mujaddid.  Demikian juga usaha tajdid hanya diakui bila sesuai dengan ketentuan-ketentuan dasar yang telah digariskan para ulama, di antaranya:
·         Seorang mujaddid harus dari Ahlus Sunnah wal Jamaah yang bebas dari kebid'ahan dan berjalan di atas manhaj Rasulullah SAW dan para sahabatnya dalam seluruh urusannya. Oleh karena itu, tidak boleh menetapkan ahlu bid'ah dan tokoh sekte sesat sebagai mujaddid, walaupun telah mencapai ketinggian derajat dalam ilmu.
Seorang ulama besar India bernama Syaikh Syamsul Haq al-'Azhimabadi rahimahullah (wafat tahun 1858 M) menyatakan, “Sungguh aneh yang dilakukan penulis kitab Jami' al-Ushul dengan memasukkan Abu Ja'far al-Imami asy-Syi'i dan al-Murtadha termasuk mujaddid”. Lalu beliau lanjutkan, “Sangat jelas bahwa memasukkan kedua orang ini ke dalam kelompok mujaddid adalah kesalahan besar dan jelas; karena ulama Syi'ah walaupun mencapai martabat mujtahid dan ketinggian dalam martabat ilmu serta masyhur sekali, namun mereka tidak pantas menjadi mujaddid. Bagaimana mereka pantas, mereka sendiri merusak agama,  lalu bagaimana melakukan pembaharuan (tajdid)?  Mereka mematikan sunnah, bagaimana dikatakan menghidupkannya? Mereka menebar kebid'ahan, lalu bagaimana dikatakan menghapus kebid'ahan? Mereka ini sebenarnya orang-orang sesat yang menghancurkan agama lagi bodoh. Mayoritas karya mereka adalah tahrif, penyimpangan dan ta'wil, bukan tajdid dalam agama dan tidak juga menghidupkan yang telah hilang dari pengamalan al-Qur`an dan sunnah.” (Aunul Ma'bud, 4/180).
·         Memiliki sumber pengambilan ilmu dan manhaj istidlal (metodologi pengambilan dalil) yang benar. Hal ini dilihat kepada metodologi dalam belajar dan pengambilan dalil yang dibangun di atas al-Qur`an, sunnah Rasulullah SAW, ijma', qiyas yang shahih (benar) dan tinjauan maslahat yang tidak bertentangan dengan nash syariat.
·         Memiliki ilmu syar'i yang benar, hal ini karena di antara aktivitas tajdid adalah mengajarkan agama, menebarkan ilmu syar'i dan membela sunnah dan ahlinya, serta menghancurkan kebid'ahan.
Seorang mujaddid harus seorang alim yang pakar dalam agama, da’i yang cerdas yang mampu menjelaskan al-Qur`an dan sunnah Rasulullah SAW yang shahih kepada manusia. Juga jauh dari kebid'ahan dan memperingatkan manusia dari perkara-perkara yang diadakan dalam Islam, serta mengembalikan mereka dari penyimpangan kepada jalan yang lurus yaitu kepada al-Qur`an dan sunnah Rasulullah SAW. (Fatwa al-Lajnah ad-Da`imah, 2/169).
·         Mampu menempatkan dengan pas dan tepat nash-nash syariat pada realita dan peristiwa yang terjadi.
·         Memiliki manhaj (metodologi) dan kaidahnya yang jelas. Seorang mujaddid harus menyertai dalam aktivitas tajdid-nya dengan manhaj dan kaidah yang jelas dalam segala keadaannya. Sebab, mujaddid menisbatkan dirinya kepada Islam. Ini adalah nisbat ilmu dan ittiba', bukan sekadar pengakuan dan klaim. Dari sini, maka kebenaran nisbatnya tersebut dibangun di atas kaidah memahami Islam berdasarkan manhaj tidak benar memahami Islam kecuali dengannya. Inti metodologi ini ada pada empat bidang:
1.       Ushul lughah Arabiyah
2.       Ushul at-tafsir
3.       Ushul as-sunnah
4.       Ushul al-fiqh
Sehingga, tidaklah menjadi mujaddid orang yang mengenal segala sesuatu kecuali Islam atau yang mengetahi Islam dengan selain manhaj ini.Di samping memiliki ilmu syar'i yang benar dan kejelasan manhaj, juga harus dihiasi dengan akhlak yang mulia dan memiliki kecintaan dan kasih sayang kepada manusia. Juga berusaha untuk merealisaikan kemaslahatan dan semangat menyelesaikan permasalahannya serta zuhud dan qana'ah dengan yang ada. Mengamalkan ilmunya, komitmen terhadap perintah dan larangan syariat dan menjaga semua kewajiban dan perkara sunnah, serta menjadi suri teladan yang baik untuk orang lain. Ini semua adalah sifat para ulama yang masuk dalam pengertian Ahlus sunnah wal Jama'ah. Tidak dipungkiri lagi, mujaddid termasuk thaifah manshurah yang dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW ;
“Akan senantiasa ada kaum dari umatku yang muncul atas manusia, hingga datang kepada mereka hari Kiamat dan mereka dalam keadaan menang.” (HR. al-Bukhari).
·         Sangat antusias dalam menjaga ushuluddin dan cabangnya dan tidak meremehkan satu perkara agamapun.

C.    ULAMA-ULAMA MUJADDID
Para ulama telah menyebutkan nama-nama para imam Ahlus sunnah yang memenuhi kriteria untuk disebut sebagai mujaddid (pembaharu) dalam Islam,
‎berdasarkan pengamatan mereka terhadap sifat-sifat mulia para imam tersebut beserta sekelumit dari biografi mereka.
1.      Umar bin ‘Abdil ‘Aziz bin Marwan bin Hakam al-Qurasyi al-Umawi al-  Madani. Beliau adalah khalifah yang tersohor dengan keshalihan dan keadilannya, amirul mu’minin, imam tabi’in yang mulia, penghafal hadits yang utama dan terpercaya.  Lahir pada tahun 64 H dan wafat pada tahun     101 H. Ibunya adalah cucu sahabat yang mulia Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, namanya Hafshah bintu ‘Ashim bin Umar bin Khattab. Beliau diserupakan dalam keadilan dan kelurusan akhlak dengan kakek beliau Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, dalam sifat zuhud dengan Hasan al-Bashri, dan dalam ketinggian ilmu dengan imam az-Zuhri.  Imam asy-Syafi’i memuji beliau dengan mengatakan, “al-Khulafa’ ar-Rasyidun (khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk dan bimbingan Allah Ta’ala) ada lima orang: Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali dan ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz”.
Para ulama Ahlus sunnah telah bersepakat untuk menobatkan beliau sebagai mujaddid (pembaharu) pertama dalam Islam.
Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Sesunguhnya Allah akan menghadirkan bagi umat manusia, pada setiap akhir seratus tahun orang yang akan mengajarkan kepada mereka sunnah-sunnah Rasulullah SAW (yang banyak telah ditinggalkan manusia) dan menghilangkan/memberantas kedustaan dari (hadits-hadits) Rasulullah SAW. Kemudian kami melihat (meneliti sejarah), maka (kami dapati pembaharu) pada akhir seratus tahun pertama (hijriyah) adalah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz, dan (pembaharu) pada akhir seratus tahun kedua adalah imam asy-Syafi’i.
2.      Imam asy-Syafi’i, Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin bin al-‘Abbas bin Utsman al-Muththalibi al-Qurasyi al-Makki.
Beliau adalah imam besar dari kalangan atba’ut tabi’in (murid para tabi’in), pembela sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ahli fikih yang ternama, penghafal hadits yang utama dan terpercaya. Lahir pada tahun 150 H dan wafat pada tahun 204 H, nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah SAW. Imam Qutaibah bin Sa’id memuji beliau dengan mengatakan, “Kematian imam Syafi’i berarti kematian sunnah Rasulullah”.
Imam Ahmad bin Hambal berkata, “(Kedudukan) Imam Syafi’i (di zamannya) adalah seperti matahari bagi bumi dan sebagai penyelamat bagi umat manusia”.
Para ulama Ahlus sunnah juga telah bersepakat untuk menobatkan beliau sebagai mujaddid (pembaharu) kedua dalam Islam.
Imam Ahmad berkata, “…(Pembaharu) pada akhir seratus tahun kedua (hijriyah) adalah imam asy-Syafi’i.   Imam Ibnu Hajar berkata: “Beliau adalah mujaddid (pembaharu) urusan agama Islam pada akhir seratus tahun kedua (hijriyah)”.

3.       Hasan al-Bashri, Abu Sa’id al-Hasan bin Abil Hasan Yasar al-Bashri.
Beliau adalah Imam besar dari kalangan tabi’in, syaikhul Islam, sangat terpercaya dalam meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lahir pada tahun 22 H dan wafat 110 H.
Beliau pernah disusukan oleh Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pernah didoakan kebaikan oleh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu agar diberi pemahaman dalam ilmu agama dan dicintai manusia.
Imam Muhammad bin Sa’ad memuji beliau dengan mengatakan, “Beliau adalah seorang yang berilmu (tinggi), menghimpun (berbagai macam ilmu), tinggi (kedudukannya), sangat terpercaya, sandaran dalam periwayatan hadits, dan ahli ibadah”.
Beliau termasuk yang dinobatkan sebagai salah seorang ulama pembaharu pada akhir seratus tahun pertama (hijriyah).

4.      Muhammab bin Sirin, Abu Bakr al-Anshari al-Bashri.
Beliau adalah imam besar dari kalangan tabi’in, syaikhul Islam, sangat wara’ (berhati-hati dalam masalah halal-haram), sangat luas ilmunya lagi sangat terpercaya dan kokoh dalam meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau wafat pada tahun 110 H.
Imam Abu ‘Awanah al-Yasykuri berkata, “Aku melihat Muhammad bin sirin di pasar, tidaklah seorang pun melihat beliau kecuali orang itu akan mengingat Allah”.
Beliau juga termasuk yang dinobatkan sebagai salah seorang ulama pembaharu pada akhir seratus tahun pertama (hijriyah).

5.       Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillah bin ‘Abdillah bin Syihab az-Zuhri al-Qurasyi al-Madani. Beliau adalah imam besar dari kalangan tabi’in, penghafal hadits yang utama, yang disepakati kemuliaan dan kecermatan hafalannya. Beliau wafat pada tahun 125 H.
Imam ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz memuji beliau dengan mengatakan, “Tidak tersisa seorang pun (di jaman ini) yang lebih memahami sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari pada az-Zuhri”.
Imam Ayyub as-Sakhtiyani, “Aku belum pernah melihat (seorang pun) yang lebih berilmu dari pada beliau”.
Beliau juga termasuk yang dinobatkan sebagai salah seorang ulama pembaharu pada akhir seratus tahun pertama (hijriyah).

6.      Yahya bin Ma’in, Abu Zakaria al-Bagdadi.
Beliau adalah imam besar dari kalangan atba’ut tabi’in (murid para tabi’in), ahli jarh wa ta’dil (penilaian terhadap para perawi hadits dalam bentuk pujian atau celaan) yang ternama, penghafal hadits yang utama, dan gurunya para ulama Ahli hadits. Lahir pada tahun 158 H dan wafat tahun 233 H.
      Imam Ahmad bin Hambal memuji beliau dengan mengatakan, “Yahya bin Ma’in adalah orang yang Allah Ta’ala ciptakan (khusus) untuk urusan ini (membela sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), dengan beliau menyingkap kedustaan para pendusta dalam hadits (Rasulullah SAW)”.
Beliau juga termasuk yang dinobatkan sebagai salah seorang ulama pembaharu pada akhir seratus tahun kedua (hijriyah).

7.      Imam an-Nasa’i, Abu Abdir Rahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali bin Sinan.
Beliau adalah imam besar, syaikhul Islam, penghafal dan kritikus hadits kenamaan, serta sangat terpercaya dalam meriwayatkannya. Lahir pada tahun 215 H dan wafat tahun 303 H.
Imam Abu Sa’id bin Yunus memuji beliau dengan mengatakan, “Abu ‘Abdirrahman an-Nasa’i adalah seorang imam (panutan), penghafal hadits dan sangat terpercaya dalam meriwayatkannya”.
Imam Abul Hasan ad-Daraquthni berkata, “Abu ‘Abdirrahman an-Nasa’i lebih didahulukan (dalam pemahaman ilmu hadits) dibandingkan semua ulama hadits di jaman beliau”.
Beliau juga termasuk yang dinobatkan sebagai salah seorang ulama pembaharu pada akhir seratus tahun ketiga (hijriyah).


Catatan penting :
·         Banyak para imam besar Ahlus sunnah yang terkenal dengan ketinggian ilmu dan pemahaman, serta kuat dalam menegakkan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi mereka tidak dinobatkan oleh para ulama sebagai pembaharu dalam Islam di jamannya, padahal mereka sangat pantas untuk itu, seperti imam Malik bin Anas, Ahmad bin Hambal, al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan lain-lain. Hal ini disebabkan masa hidup mereka yang tidak bertepatan dengan waktu yang disebutkan dalam hadits di atas, dan ini sama sekali tidak mengurangi tingginya kedudukan dan kemuliaan mereka.

·         Termasuk para imam Ahlus sunnah yang dinobatkan oleh sejumlah besar ulama Islam sebagai pembaharu dalam Islam di abad ke-12 Hijriyah adalah imam syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab at-Tamimi (wafat 1206 H).

·         Demikian pula yang disebut-sebut para ulama sebagai pembaharu dalam Islam di abad ini, dua imam Ahlus sunnah yang ternama: syaikh yang mulia Muhammad  Nashiruddin  al-Albani dan syaikh yang mulia ‘Abdul ‘aziz bin Abdullah bin Baz, semoga Allah merahmati semua ulama ahlus sunnah yang telah wafat dan menjaga mereka yang masih hidup.













BAB III
PENUTUP

            Kesimpulan
            Satu ciri yang cukup menonjol dalam gerakan Muhammadiyah adalah gerakan purifikasi (pemurnian) dan modernisasi ( pembaharuan) atau dalam bahasa arab “tajdid” keduanya memiliki perbedaan yang cukup mendasar.
















DAFTAR PUSTAKA

Gerakan Pemikiran Muhammadiyah: Antara Purifikasi dan Modernisas oleh Mujtahid. Diakses pada tgl 16 Maret 2012 pkl 16.06 wib   
Artikel www.PengusahaMuslim.com. Diakses pada tgl 16 Maret 16.10 wib
Cyberthief. Diakses pada tanggal 17 Maret pkl 14.16 wib
Arifin, MT. 1987. Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah dalam Pendidikan. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Malang: Bagian Pengajaran AIK UMM.     
http://www.uinmalang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2391:gerakan-pemikiran-muhammadiyah-antara-purifikasi-dan modernisasi&catid=35:artikel-dosen&Itemid=210 (diakses tanggal 17 Maret 2012 pkl 17.05 wib)














Tidak ada komentar:

Posting Komentar